Manusia dan Keindahan

Akar kata beauty (Gie, 1996:17) berasal dari kata Latin bellum dan akar katanya adalah bonum yang berarti kebaikan. Bonum kemudian mempunyai bentuk pengecilan bonellum yang kemudian dipendekkan menjadi bellum, sehingga makna beauty berhubungan dengan pengertian kebaikan.
Perlu diketahui pula bahwa secara etimologis beauty berhubungan dengan benefit, yang berarti bermanfaat dan berguna. Dalam bahasa Indonesia, kata indah selain memiliki makna yang sama dengan kata beauty juga bermakna peduli (akan), menaruh perhatian (terhadap). Oleh akrena itu, beberapa arti atau dari istilah keindahan mengimplikasikan adanya perhatian dari subjek terhadap objek. Makna yang dimaksud sangat dekat dengan pendaat Plato yang menyatakan bahwa langkah pertama dalam memperoleh pemahaman mengenai keindahan adalah mencintai atau memperhatikan.
Dalam arti luas, keindahan yang awalnya dikembangkan oleh bangsa Yunani sebernarnya mengandung nilai kebaikan, para filsuf Yunani mengungkapan bahwa keindahan mencakupi kebaikan yang diwujudkan dalah media yang menyenangkan.
Sementara keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Penyerapan tersebut bisa berupa visualisasi menurut penglihatan, secara audial menurut pendengaran, dan juga secara intelektual menurut keindahan. Dengan demikian, menikmati keindahan tidak hanya soal melihatnya saja, tetapi juga memahami secara cermat, menyelami makna dalam keindahan tersebut serta mengolahnya melalui kecerdasan intelektual yang dimiliki manusia sebagai penikmat keindahan.
Bangsa Yunani sebagai bangsa yang memulai mengembangkan teori tentang keindahan juga mengenal keindahan dalam arti estetis atau estetika.
Secara etimologis estetika berasal dari bahasa Yunani aistheta. Semantara dalam bahasa Inggris disebut dengan asthetics atau esthetics yaitu studi tentang keindahan. Orang yang menikmati keindahan disebut dengan aesthete, sementara ahli keindahan disebut dengan aesthetician (Ratna, 2007:4).
Dalam sejarah kesusastraan Barat, selama berabad-abad teori estetika didominasi oleh doktrin seni sebagai media pengajaran bagi pembaca, seni meniru alam, seni meniru ciptaan Tuhan. Namun dominasi tersebut mulai ditolak pada abad ke-19, pada masa Romantik yang berpendapat bahwa estetika merupakan aspek kehidupan yang hadir secara mandiri, bukan karena tiruan dan sebagainya.
Estetika dapat dipandang dari berbagai aspek, tetapi pegangan untuk memahami nilai-nilai estetika yang dipergunakan dalam karya seni terdapat nilai bahwa estetika terdiri dari:
  1. Absolutisme; doktrin tentang pembakuan suara/pengakuan mengenai keindahan. Penilaian dengan doktrin ini tidak dapat ditawar lagi, artinya: karya yang tidak memenuhi syarat maka karya itu tak mempunyai nilai.
  2. Anarki; doktrin ini menyerahkan penilaian kepada masing-masing pribadi secara murni, subjektif dan tak perlu tanggung jawab.
  3. Relativisme; doktrin ini menggunakan kriteria atau pembakuan tentang nilai estetika yang tidak mutlak (absolut), tetapi masih objektif dalam pemikiran karena karya berasal dari keinginan dan motivasi manusia abadi.
Keindahan dalam Saling Keterkaitan
  1. Renungan
    Renungan berasal dari kata renunag, merenung artinya dengan diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Setiap orang pernah merenung. Sudah tentu kadar renungannya satu sarna lain berbeda, meskipun obyek yang direnungkan sama, lebih pula apabila obyek renungannya berbeda. Jadi apa yang direnungkan itu bergantung kepada obyek dan subyek.

  2. Keserasian
    Keserasian berasal dari kata serasi-serasi dari kata dasar rasi artinya cocok, sesuai, atau kena benar. Kata cocok sesuai atau kena mengandung unsur pengertian perpaduan, ukuran dan seimbang. Keserasian identik dengan keindahan. Sesuatu yang serasi tentu tampak indah dan yang tidak serasi tidak indah. Karena itu sebagian ahli pikir berpendapat, bahwa keindahan ialah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatuhal.

  3. Kehalusan
    Kehalusan berasal dari kata halus artinya tidak kasar (perbuatan) lembut, sopan, baik (budi bahasa), beradab. Kehalusan berarti sifat-sifat yang halus.
    Halus itu berarti suatu sikap manusia dalam pergaulan baik dalam masyarakat kecil maupun dalam masyarakat luas. Sudah tentu sebagai lawannya ialah sikap kasar atau sikap orang-orang yang sedang emosi, bersikap sombong, bersikap kaku sikap orang yang sedang bermusuhan. Oleh karena itu kehalusan dapat menunjukan nilai keindahan seseorang dan sikap kasar bisa mengurangi nilai keindahan dari seseorang.

  4. Kontemplasi
Suatu proses bermeditasi, merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai makna, manfaat, dan tujuan, atau niat hasil penciptaan. Disamping itu seni menurut wataknya akan berpadu dengan keindahan karena itu menurut logika deduktiv dapa dikatakan bahwa keindahan dalam seni juuga harus di kontemplasikan.


Sumber : http://namykrenz.wordpress.com/2013/04/20/manusia-dan-keindahan-3/

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com